Sabtu, 11 Juni 2011

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN DI INDONESIA DAN PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT




Dalam arti luas setiap kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya. Manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuannya beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia.
Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.
Dinamika sosial dan kebudayaan juga melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang memicu perubahan sosial. Pertama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus mampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olah kehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial. seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak. Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
Paradigma pembangunan di banyak negara, kini lebih berorientasi kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah industri pariwisata. Demikian juga halnya yang berlangsung di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir, aktivitas sektor pariwisata telah didorong dan ditanggapi secara positif oleh pemerintah dengan harapan dapat menggantikan sektor migas yang selama ini menjadi primadona dalam penerimaan devisa negara. Sektor pariwisata memang cukup menjanjikan untuk turut membantu menaikkan cadangan devisa dan secara pragmatis juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Situasi nasional yang kini mulai memperlihatkan perkembangan ke arah kestabilan khususnya dalam bidang politik dan keamanan akan memberikan jaminan kepercayaan kepada wisatawan asing untuk masuk ke wilayah Indonesia.
Dimensi kultural dapat menumbuhkan suatu interaksi antara masyarakat tradisional agraris dengan masyrakat modern industrial. Melalui proses interaksi itu maka memungkinkan adanya suatu pola saling mempengaruhi yang pada akhirnya akan mempengaruhi struktur kehidupan atau pola budaya masyarakat khususnya masyarakat yang menjadi tuan rumah. Dari dimensi struktural budaya, aktivitas industri pariwisata memungkinkan terjadinya suatu perubahan pola budaya masyarakat yang diakibatkan oleh penerimaan masyarakat akan pola-pola kebudayaan luar yang dibawa oleh para pelancong. Pola-pola kebudayaan luar ini terekspresikan melalui tingkah laku, cara berpakaian, penggunaan bahasa serta pola konsumsi yang diadopsi dari wisatawan yang datang berkunjung.
Penduduk, Kebudayaan, dan Masyarakat di Indonesia
Kehidupan di dalam masyarakat sosial sebenarnya tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti yang sangat luas. Tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif dan juga bersosialisasi dengan baik. Manusia tidak hanya sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya
seperti orang yang selalu pasrah akan nasibnya sendiri dan selalu mengandalkan lingkungan sekitar. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat dapat mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif dan bermanfaat sesuai dengan seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuan manusia beradaptasi secara aktif itu pula, maka kita berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di bumi ini.
Di sisi lain, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban yang lebih maju. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.

Senin, 30 Mei 2011

Hambatan Hambatan Dalam Komunikasi Lintas Budaya

1. ETNOSENTRISME
Etnosentrisme didefinisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inheren kelompok atau budayanya sendiri, etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik pada orang-orang lain yang tidak sekelompok. etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang lain yang tidak sekelompok dan dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri.

Jelas sekali bahwa dengan kita bersikap etnosentrisme kita tidak dapat memandang perbedaan budaya itu sebagai keunikan dari masing-masing budaya yang patut kita hargai. Dengan memandang budaya kita sendiri lebih unggul dan budaya lainnya yang asing sebagai budaya ’yang salah’, maka komunikasi lintas budaya yang efektif hanyalah angan-angan karena kita akan cenderung lebih membatasi komunikasi yang kita lakukan dan sebisa mungkin tidak terlibat dengan budaya asing yang berbeda atau bertentangan dengan budaya kita. Masing-masing budaya akan saling merendahkan yang lain dan membenarkan budaya diri sendiri, saling menolak, sehingga sangat potensial muncul konflik di antaranya.

Contoh konflik yang sudah terjadi misalnya suku dayak dan suku madura yang sejak dulu terus terjadi. Kedua suku pedalaman itu masing-masing tidak mau saling menerima dan menghormati kebudayaan satu sama lain. Adanya anggapan bahwa budaya sendiri lah yang paling benar sementra yang lainnya salah dan tidak bermutu tidak hanya berwujud konfik namun sudah berbentuk pertikaian yang mengganas, keduanya sudah saling mmbunuh atar anggota budaya yang lain. Contoh lainnya, orang Indonesia cenderung menilai budaya barat sebagai budaya yang ’vulgar’ dan tidak tahu sopan santun. Budaya asli-budaya timur dinilai sebagai budaya yang paling unggul dan paling baik sehingga masyrakat kita cenderung membatasi pergaulan dengan orang barat. Orang takut jika terlalu banyak komunikasinya maka budaya asli akan tercemar—budaya barat sebagai polusi pencemar.

2. STEREOTIPE
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan karakteristik individual mereka.

Banyak definisi stereotype yang dikemukakan oleh para ahli, kalau boleh disimpulkan, stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual. Kelimpik-kelompok ini mencakup : kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu. Stereotip tidak memandang individu-individu dalam kelompok tersebut sebagai orang atau individu yang unik.

Contoh stereotip :
1. Laki-laki berpikir logis
2. Wanita bersikap mental
3. Orang berkaca mata minus jenius
4. Orang batak kasar
5. Orang padang pelit
6. Orang jawa halus-pembawaan

Menurut Baron dan Paulus ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya stereotip. Pertama, sebagai manusia kita cenderung membagi dunia ini ke dalam dua kategori : kita dan mereka. Karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung menyamaratakan mereka semua, dan mengangap mereka sebagai homogen. Kedua, stereotip tampaknya bersumber dari kecenderungan kita untuk melakukan kerja kognitif sedikit mungkin dalam berpikir mengenai orang lain. Dengan kata lain, stereotip menyebabkan persepsi selektif tentang orang-orang dan segala sesuatu disekitar kita. Stereotip dapat membuat informasi yang kita terima tidak akurat. Pada umumnya, stereotip bersifat negative.

Stereotip tidak berbahaya sejauh kita simpan di kepala kita, namun akan bahaya bila diaktifkan dalam hubungan manusia. Stereotip dapat menghambat atau mengganggu komunikasi itu sendiri. Contoh dalam konteks komunikasi lintas budaya misalnya, kita melakukan persepsi stereotip terhadap orang padang bahwa orang padang itu pelit. Lewat stereotip itu, kita memperlakukan semua orang padang sebagai orang yang pelit tanpa memandang pribadi atau keunikan masing-masing individu. Orang padang yang kita perlakukan sebagai orang yang pelit mungkin akan tersinggung dan memungkinkan munculnya konflik. Atau misal stereotip terhadap orang batak bahwa mereka itu kasar.

Dengan adanya persepsi itu, kita yang tidak suka terhadap orang yang kasar selalu berusaha menghindari komunikasi dengan orang batak sehingga komunikasi dengan orang batak tidak dapat berlangsung lancar dan efektif. Stereotip terhadap orang afrika-negro yang negatif menyebabkan mereka terbiasa diperlakukan sebagai kriminal. Contohnya, di Amerika bila seseorang (kulit putih) kebetulan berada satu tempat/ruang dengan orang negro mereka akan , secara refleks, melindungi tas atau barang mereka, karena menggangap orang negro tersebut adalah seorang pencuri. Namun, belakangan, stereotip terhadap orang negro sudah mulai berkurang terleih sejak presiden amerika saat ini juga keturunan negro. Orang Indonesia sendiri di mata dunia juga sering distereotipkan sebagai orang-orang ’anarkis’ , ’bodoh’, konservatif-primitif, dll.

3. PRASANGKA
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok. Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagi. Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi, prasangka ini konsekuensi dari stereotip, dan lebih teramati daripada stereotip. Richard W. Brislin mendefinisikan prasangka sebagai sikap tidak adil, menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang. Seperti juga stereotip, meskipun dapat positif atau negatif, prasangka umumnya bersifat negatif.

Prasangka ini bermacam-macam, yang populer adalah prasangka rasial, prasangka kesukuan, prasangka gender, dan prasangka agama. Prasangka mungkin dirasakan atau dinyatakan. Prasangka mungkin diarahkan pada suatu kelompok secara keseluruhan, atau seseorang karena ia anggota kelompok tersebut. Prasangka membatasi orang-orang pada peran-peran stereotipik. Misalnya pada prasangka rasial-rasisme semata-mata didasarkan pada ras dan pada prasangka gender-seksisme pada gendernya.

Brislin menyatakan bahwa prasangka itu mencakup hal-hal berikut : memandang kelompok lain lebih rendah, sifat memusuhi kelompok lain, bersikap ramah pada kelompok lain pada saat tertentu, namun menjaga jarak pada saat lain; berperilaku yang dibenci kelompok lain seperti terlambat padahal mereka menghargai ketepatan waktu. Ini berarti bahwa hingga derajat tertentu kita sebenarnya berprasangka terhadap suatu kelompok. Jadi kita tidak dapat tidak berprasangka. Wujud prasangka yang nyata dan ekstrem adalah diskriminasi, yakni pembatasan atas peluang atau akses sekelompok orang terhadap sumber daya semata-mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut seperti ras, suku, gender, pekerjaan dan sebagainya. Contohnya diskriminasi terhadap orang negro yang ada di amerika.

Prasangka dapat menghambat komunikasi. Oleh karena itu, orang-orang yang punya sedikit prasangka pun terhadap suatu kelompok yang berbeda tetap saja lebih suka berkomunikasi dengan orang-orang yang mirip dengan mereka karena interaksi demikian lebih meyenagkan daripada interaksi dengan orang tak dikenal. Ada beberapa contoh prasangka misalnya. orang Jepang kaku dan pekerja keras, orang Cina mata duitan, politikus itu penipu, wanita sebagai objek seks, dll. Prasangka mungkin tidak didukung dengan data yang memadai dan akurat sehingga komunikasi yang terjalin bisa macet karena berlandaskan persepsi yang keliru, yang pada gilirannya membuat orang lain juga salah mempersepsi kita. Cara yang terbaik untuk mengurangi prasangka adalah dengan meningkatkan kontak dengan mereka dan mengenal mereka lebih baik, meskipun kadang cara ini tidak berhasil dalam semua situasi.

4. RASIALISME
Rasialisme adalah suatu penekanan pada ras atau menitikberatkan pertimbangan rasial. Kadang istilah ini merujuk pada suatu kepercayaan adanya dan pentingnya kategori rasial. Dalam ideologi separatis rasial, istilah ini digunakan untuk menekankan perbedaan sosial dan budaya antar ras. Walaupun istilah ini kadang digunakan sebagai kontras dari rasisme, istilah ini dapat juga digunakan sebagai sinonim rasisme. Jika istilah rasisme umumnya merujuk pada sifat individu dan diskriminasi institusional, rasialisme biasanya merujuk pada suatu gerakan sosial atau politik yang mendukung teori rasisme. Pendukung rasialisme menyatakan bahwa rasisme melambangkan supremasi rasial dan karenanya memiliki maksud buruk, sedangkan rasialisme menunjukkan suatu ketertarikan kuat pada isu-isu ras tanpa konotasi-konotasi tersebut. Para rasialis menyatakan bahwa fokus mereka adalah pada kebanggaan ras, identitas politik, atau segregasi rasial.
Dalam website-online free dictionary, racialism didefinisikan sebagai perlakuan diskriminatif atau semena-mena yang diberikan kepada anggota suatu kelompok ras tertentu. Diskriminasi berupa perlakuan tidak adil seseorang atau suatu kelompok berdasarkan prasangka.

Rasialisme di sini menjadi sangat berbahaya karena selain menghambat keefektifan komunikasi antar budaya—antar ras yang berbeda, rasialisme dapat menjadi pemicu pertikaian antar ras, di mana konflik yang terjadi akan sulit sekali untuk didamaikan dan berlangsung lama. Contoh konflik akibat rasialisme yang pernah terjadi dan terkenal di Indonesia adalah konflik- rasialisme anti-Tionghoa, di mana di Indonesia pernah terjadi pembantaian besar-besaran terhadap ras Tionghoa yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Butuh perjuangan yang panjang agar ras Tionghoa diterima dan diakui-dihargai keberadaannya.

Rabu, 25 Mei 2011

Kembali hidup di desa

Apabila setelah Lulus kuliah dan saya meninggalkan dunia perkuliahan. Dan Mencoba cari penghidupan di desa ceritanya..

Berbekal ilmu yang sudah didapat, saya mencoba menerapkan di kampung halaman saya tercinta, di dusun dokaran tamanan banguntapan bantul.
Tentunya dengan kepercayaan diri, saya mungkin akan mencoba menjalani hari-hari saya di desa. Mungkin Di awal-awal cukup bermain dengan teman sekampung dan juga di rumah. Sembari Mencoba mempelajari apa yang harus saya mulai untuk desa ini. Kemudian saya bertemu Teman sebaya yang sering saya ajak ngobrol tentang kondisi desa tercinta ini.


Awalnya sih memang sulit tapi akhirnya bisa juga. Tapi sedikit demi sedikit keluar juga apa yang sebenarnya ada di benak mereka tentang desa ini. Semakin sering ngumpul akhirnya terbentuklah organisasi yang bertujuan memajukan desa ini.

Bagi saya, kehidupan di desa merupakan sebuah anugerah yang sangat indah yang diberikan oleh Allah SWT kepada saya. dulu saya memang sangat betah jika harus tinggal di desa. Walaupun jika tinggal di desa maka akan jauh dari pusat perbelanjaan seperti Swalayan hingga tempat sahabat. Namun, kini saya bisa menerimanya dengan senang dan lapang dada.


Sejak kelas 2 SD, saya memang tingga di desa. Selama hidup di desa, permainan yang ada di sini masih tradisional. Mulai dari main bola di pekarangan, mainan dari tanah liat, hingga permainan yang kini sangat jarang saya temui yaitu gobag sodor. tetapi ada juga dengan permainan yang sedang musim pada saat itu, yaitu nintendo. Nintendo adalah permainan tekhnologi yang pertama kali saya miliki. Kemudian Permainan yang musim pada saat itu adalah Play Station 1. Hingga akhirnya, Permainan saya pun mulai bertambah maju, PS2. Rasa rindu akan permainan tradisional dan kehidupan di desa mulai terasa lagi.....

Senin, 23 Mei 2011

Keberagaman Di Negara Kita, Indonesia


Bangsa indonesia adalah bangsa yang memiliki beragam budaya dan etnis. Perbedaan ini justru berfungsi  mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut.  Pluralisme masyarakat, dalam tatanan sosial,  agama dan suku bangsa, telah ada sejak nenek moyang, kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan, merupakan kekayaan dalam khasanah budaya Nasional, bila identitas budaya dapat bermakna dan dihormati, bukan untuk kebanggaan dan sifat egoisme kelompok, apalagi diwarnai kepentingan politik. Permasalahan silang budaya melalui prasangka sosial dapat terjembatani dengan membangun kehidupan multikultural yang sehat dilakukan dengan  meningkatkan toleransi dan apresiasi antarbudaya. Yang dapat diawali dengan pengenalan ciri khas budaya tertentu,  terutama psikologi  masyarakat yaitu pemahaman pola perilaku masyarakatnya. Juga peran media komunikasi, untuk melakukan sensor secara substantif dan distributif, sehingga dapat menampilkan informasi apresiatif terhadap budaya masyarakat lain.

Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya secara logis akan mengalami berbagai permasalahan, persentuhan antar budaya akan selalu terjadi  karena permasalahan pransangka sosial yang senantiasa terkait erat dengan dalam hubungan antara satu dengan yang lainnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan menjadi acuan sikap dan perilaku manusia sebagai makhluk individual  yang tidak terlepas dari kaitannya pada kehidupan masyarakat  dengan orietasi kebudayaannya yang khas, sehingga baik pelestarian maupun pengembangan nilai-nilai budaya merupakan proses yang bermatra individual,  sosial dan cultural sekaligus.